Kasus Korupsi Masih Didominasi PNS

FAJAR.CO.ID, JAKARTA – Pemerintah daerah memiliki masalah dalam hal pengelolaan keuangan. Hal ini menjadi jalan masuk pada PNS untuk melakukan tindakan korupsi.

Terbukti, dari data Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menunjukkan, korupsi di Indonesia terbanyak dilakukan kalangan aparatur sipil negara (ASN) 44 persen, swasta 26 persen, legislatif 19 persen dan kepala daerah 3 persen.

Plt Inspektur Jenderal Kemendagri Sri Wahyuningsih mengatakan fokus pengawasan penyelenggaraan pemerintah daerah adalah untuk membangun sistem tata kelola pemerintahan yang bersih, dan bebas dari korupsi.

“Praktik korupsi di daerah mengakibatkan melambatnya roda pemerintahan dan pembangunan,” katanya dikutip Lombok Pos (Jawa Pos Grup), Jumat (8/12).

Menurutnya, korupsi membuat peringkat kemudahan usaha di Indonesia masih berada di peringkat 91 dari target presiden di peringat 40. Dari evaluasi, ada tiga aspek penyelenggaraan pemerintah daerah butuh penguatan. Yakni, perencanaan dan penganggaran daerah, pengelolaan APBD, dan perizinan.

Pada aspek perencanaan penganggaran, secara nasional menunjukkan adanya inkonsistensi antara dokumen penganggaran dengan penganggaran. Sebanyak, 17,07 persen program RPJMD tidak dijabarkan dalam RKPD. Kemudian, 25,03 persen inkonsistensi dokumen RKPD dengan PPAS.

Menyikapi hal itu, Kemendagri mewajibkan pemerintah daerah menerapkan perencanaan penganggaran berbasis e-planing. Secara bertahap diintegrasikan dengan e-budgeting dan sistem informasi pengadaan barang dan jasa. Harapannya pengadaan barang dan jasa bersih dari intervensi kepentingan individu tertentu.

“Sehingga pembangunan mengarah pada yang dibutuhkan, bukan yang diinginkan,” kata Sri.

Kemendagri juga meminta seluruh kepala daerah dan DPRD memahami esensi fungsi DPRD sesuai pasal 96 dan 149 Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014. Pelaksanaan fungsi anggaran dan pengawasan dewan tidak boleh menghasilkan praktik korupsi. Misalnya, meminta perangkat daerah memberikan setoran uang agar usulan disetujui.

Untuk aspek pengelolaan APBD, permasalahan klasik yang terjadi adalah tingkat ketaatan APBD tepat waktu baru 78,2 persen. Struktur belanja tidak langsung 59,61 persen lebih besar dibandingkan belanja langsung hanya 40,39 persen. Tingkat kemandirian anggaran daerah masih rendah, yaitu di angka 33,85 persen. “Hal ini menunjukkan pemerintah daerah masih bergantung dari dana transfer pusat,” tegasnya.

Proporsi belanja modal masih kecil, hanya 18,13 persen dari total belanja. Sementara proporsi belanja perjalanan dinas cenderung bertambah meski sudah dilakukan pengurangan.

Aspek ketiga yang perlu diperbaiki adalah perizinan. Kemendagri meminta kepala daerah segera melimpahkan kewenangan perizinan kepada Dinas Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP), penyederhanaan prosedur, keringanan biaya, dan kemudahan pelayanan.

“Serta tidak melakukan korupsi timbal balik, apalagi korupsi ekstortif dengan melakukan penekanan,” jelasnya.

Sementara itu, Wakil Gubernur NTB H Muhammad Amin mengatakan, pengawasan sangat diperlukan untuk mendukung pemerintah efektif dan transparan. Sehingga kebijakan pengawasan 2018 diarahkan pada peningkatan mutu penyelenggaraan pemerintahan.

“Kita ingin meningkatkan kepercayaan masyarakat atas pengawasan APIP,” ujar Amin.

Untuk mencegah korupsi, sinergitas antar semua pihak sangat dibutuhkan. Karena pencegahan lebih baik daripada penindakan. Dalam hal itu, peran Aparatur Pengawasan Internal Pemerintah (APIP) sangat dibutuhkan.

Dia meminta empat peran yang telah diatur dalam UU 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dilaksanakan dengan baik. Pertama, fungsi pembinaan dan pengawasan APIP. Kedua, fungsi pemberantasan penguatan liar. Ketiga, APIP harus merancang pengawasan dari perencanaan, pelaksanaan hingga pertanggungjawaban. Keempat, pengawasan terhadap desa.

Sementara itu, Inspektur Provinsi NTB Ibnu Salim mengatakan, dalam Rakorwasda itu, akan dijelaskan tentang PP 12 tahun 2017 tentang Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah. Selain itu ada juga Permendagri Nomor 110 Tahun 2017 tentang Kebijakan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah. (Fajar/JPC)