Korea Selatan Berencana Hapus Utang Warga Miskin
FAJAR.CO.ID - Dalam waktu dekat, Pemerintah Korea Selatan berencana menghapus utang warga miskin.
Sekitar 1,59 juta warga akan merasakan manfaat program Kookmin Hangbok Giguem alias National Happiness Fund alias Yayasan Kebahagiaan Nasional ini. Total kredit macet yang dihapuskan mencapai KRW 6,2 triliun atau setara dengan Rp 77,22 triliun.
“Kebijakan itu didesain untuk membantu penduduk memulai awal baru dengan meringankan beban utang mereka,’’ bunyi pernyataan Komisi Layanan Finansial (FSC) yang mengelola program tersebut.
Seluruh kredit macet debitor tidak serta-merta dihapuskan. Pemerintah hanya menghapuskan sebagian dan dilakukan restrukturisasi sehingga mereka tidak lagi sulit membayar.
Tidak semua orang berhak mengikuti program yang bertujuan mengurangi beban finansial penduduk berpenghasilan rendah tersebut.
Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi. Di antaranya, utang kurang dari KRW 10 juta (Rp 124,5 juta), gagal atau sulit melunasi setidaknya selama 10 tahun, memiliki bukti bahwa penghasilan bulanannya kurang dari KRW 990 ribu atau sekitar Rp 12,3 juta per bulan, dan tidak mempunyai aset yang bisa dijual untuk menutup utang
Mereka yang merasa memenuhi syarat bisa mengajukan penghapusan utang pada Februari 2018.
’’Pemerintah bakal menghukum orang yang mengajukan skema penghapusan utang, tapi menyembunyikan asetnya,’’ tegas Chairman FSC Choi Jong-ku.
Rencananya, pemerintah juga menggalang dana dari sektor swasta untuk mendukung program tersebut. Choi menegaskan bahwa pihaknya sebisa-bisanya akan meminimalkan terjadinya moral hazard. Yaitu, kondisi yang muncul ketika risiko akibat tindakan seseorang ditanggung orang lainnya, bukan oleh si pelaku.
Moral hazard itulah yang menjadi bahan kritikan utama saat program National Happiness Fund kali pertama diluncurkan pada 2013. Ada kekhawatiran jika para debitor nakal sengaja tidak membayar utang dengan harapan pemerintah menghapuskannya suatu saat nanti.
Skema penghapusan utang tersebut merupakan janji kampanye dari mantan Presiden Korsel Park Geun-hye. Saat itu Park berharap kebijakan itu menjadi alat untuk memerangi kesenjangan finansial di masyarakat. Program kali ini jauh lebih besar bila dibandingkan dengan sebelumnya.
’’Ini adalah bentuk unik dari kapitalisme konfusianisme, yakni negara kerap dipandang sebagai pelindung rakyat,’’ terang Kepala Asia-Pacific Global Research Group Jasper Kim.
Dia menyebut program itu sebagai langkah yang baik. Sebab, utang rumah tangga adalah masalah penting di Korsel. (BBC/Yonhap/sha/c14/any)