Kenapa Kasus Setya Novanto Dibesar-Besarkan, Ini Alasannya
FAJAR.CO.ID, JAKARTA - Tidak bisa dipungkiri, kasus hukum yang menimpa Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto, berhasil menyita perhatian masyarakat Indonesia dalam satu pekan terakhir ini.
Mulai dari penetapan tersangka korupsi E-KTP, penjemputan paksa oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), kecelakaan dengan mobil, hingga pemindahan Setya Novanto dari Rumah Sakit ke Rutan KPK.
Penahanan Setya Novanto oleh KPK diakui sangat berdampak besar terhadap elektabilitas partai di Pemilu 2019 nanti. “Dalam Golkar ini memberi dampak terhadap elektabilitas kita, tapi kita mencapai perolehan-perolehan politik dalam 2019,” kata Yorrys Raweyai kepada wartawan di Gedung DPR Rai, Selasa (21/11).
Kader partai yang sempat dipecat oleh Setya Novanto dari kepengurusan DPP ini menjelaskan, membesar-besarkan kasus Setya Novanto ini berkaitan dengan kepemilikan jumlah kursi Golkar di DPR yang mencapai 14 persen.
“Sekarang kenapa dia jadi seksi ini Golkar. Karena dia punya 91 kursi di DPR dan perolehan dia 14 persen,” beber Yorrys.
Diungkapkan Yorrys, masalah yang menimpa Setya Novanto dan Partai Golkar ini tidak lepas dari strategi menuju Pemilu 2019.
“Jadi kita berbicara strategi 2019, makanya di dalam rapat pleno ini hari, itu yang pertama meberhentikan terlebih dahulu Setya Novanto sehingga Golkar bisa menentukan langkah-langkah strategi dalam rebown dan branding untuk Golkar ke depan,” ucapnya.
Dalam kesempatan ini pula, Yorrys menegaskan, Setya Novanto terlebih dulu dipecat dari jabatannya sebagai Ketua Umum partai maupun Ketua DPR. “Substansi itu yang pertama harus meberhentikan Setya Novanto karena dia simbol partai,” tutup mantan Korwil Polhukam DPP Partai Golkar itu. (Aiy/Fajar)