Bedakan KTP Umat Beragama dengan Penghayat
FAJAR.CO.ID, JAKARTA - Kemendagri mengkaji alternatif pemenuhan hak sipil penghayat kepercayaan sebagaimana putusan Mahkamah Konstitusi (MK). Di antaranya adalah membedakan kartu tanda penduduk (KTP) untuk umat beragama dengan penghayat kepercayaan.
Alternatif-alternatif yang disiapkan Kemendagri itu terungkap dalam Forum Ukhuwah Islamiyah di kantor MUI Jumat (17/11). Pertemuan tersebut dipimpin Ketua Umum MUI Ma’ruf Amin dan menghadirkan Menag Lukman Hakim Saifuddin serta Dirjen Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil) Zudan Arif Fakhrullah.
Awalnya, dalam forum itu, Kemendagri membawa dua alternatif untuk menjalankan putusan MK terkait hak sipil penghayat kepercayaan. Yakni, mengubah kolom ’’agama’’ menjadi ’’agama/kepercayaan.’’
Bagi umat beragama, kolom tersebut ditulis Islam, Kristen, dan lainnya. Bagi para penghayat, kolom itu ditulis Penghayat Kepercayaan.
Alternatif kedua adalah menambah kolom di dalam KTP. Kolom ’’agama’’ tetap dipertahankan bagi para pemeluk agama. Kemudian, di bawahnya ditambah lagi kolom ’’kepercayaan’’. Bagi pemeluk agama, yang diisi kolom agama. ’’Sebaliknya, bagi penghayat, yang diisi kolom kepercayaan,’’ tutur guru besar ilmu lembaga dan pranata hukum tersebut.
Ternyata tawaran dua alternatif mendapat respons negatif dari MUI. ’’Jika dimasukkan, nanti aliran kepercayaan setara dengan agama. Mari dicari solusi lainnya,’’ kata Ma’ruf.
Di tengah penolakannya kepercayaan masuk kolom agama di KTP, Ma’ruf menawarkan satu alternatif tambahan: membuat dua jenis KTP. Desainnya sama persis.
Tapi, bagi umat beragama, tetap ditulis kolom agama seperti saat ini. Kemudian, untuk para penghayat kepercayaan, dibuatkan KTP sendiri. Di dalam KTP milik para penghayat itu, kolom agama dihapus diganti kepercayaan.
Dengan cara demikian, lanjut Ma’ruf, kepercayaan tidak disejajarkan dengan agama. Dia mengkritik alternatif penulisan kolom ’’agama/kepercayaan’’ karena menjadikan kepercayaan sejajar dengan agama.
Padahal, keduanya tidak bisa disejajarkan. Sama halnya jika umat beragama dipaksa menggunakan KTP yang ada kolom ’’kepercayaan’’, dikhawatirkan timbul polemik.
Zudan menyambut baik masukan alternatif tersebut. ’’Sebagai staf dan saya takzim pada kiai, usulan itu akan kami bahas bersama pimpinan,’’ jelasnya.
Dia mengakui putusan soal KTP untuk para penghayat tidak akan dibahas di lingkungan Kemendagri saja. Tetapi, hal itu pasti bakal dibahas bersama Presiden Joko Widodo.
Sekjen Dewan Musyawarah Pusat (DMP) Majelis Luhur Kepercayaan kepada Tuhan YME Indonesia (MLKI) Endang Retno Lastani mengungkapkan, kemarin ada pertemuan bersama yang digalang Kemendagri. Pertemuan itu turut menghadirkan perwakilan dari MUI, Kemenag, Direktorat Kepercayaan dan Tradisi, Matakin, Walubi, serta Parisada Hindu.
Dalam pertemuan yang berlangsung sebelum diskusi itu, Kemendagri menawarkan dua alternatif. Retno menyebut, MLKI memilih alternatif kedua. Yakni, kolom ’’agama’’ dan ’’kepercayaan’’ dibuat terpisah. ’’MLKI ingin keterangannya ditulis Kepercayaan Kepada Tuhan YME,’’ jelasnya. Mereka tidak ingin hanya ditulis kepercayaan karena tidak jelas percaya kepada siapa.
Terkait munculnya alternatif ketiga dalam diskusi bersama MUI, dia belum bisa menentukan sikap. Retno mengatakan bahwa pertemuan dengan MUI itu digelar setelah pertemuan di Kemendagri. Dia harus berkomunikasi dengan presidium MLKI lebih dulu. (Fajar/JPC)