Jadi Tahanan KPK, Papa Novanto Pasrah

  • Bagikan

FAJAR.CO.ID – Tidak ingin kecolongan dengan drama berkelanjutan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akhirnya resmi mengeluarkan surat penahanan kepada Setya Novanto (Setnov), Jumat (17/11) kemarin. Praktis, tahanan KPK berjuluk Papa Novanto yang saat ini tengah proses perawatan akibat kecelakaan itu hanya bisa pasrah lantaran seluruh aktivitasnya terus dipantau.

Ketua DPR sekaligus Ketua Umum Golkar itu tak punya pilihan selain harus mengikuti proses hukum. Bahkan Dia harus minta izin ke pimpinan KPK jika ingin pulang dari opname di RS Cipto Mangunkusumo (RSCM). Politikus itu kemarin memang pindah lokasi perawatan dari RS Medika Permata Hijau ke RSCM.

Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan, penyidik sudah menerbitkan surat perintah penahanan terhadap Setnov selama 20 hari ke depan di Rutan Klas I Jakarta Timur cabang KPK. Surat tersebut telah disampaikan kepada Setnov kemarin. ”Sebelum berangkat ke RSCM, penyidik KPK memperlihatkan dan membacakan surat itu di depan pihak SN (Setnov),” kata Febri kemarin (17/11).

Hanya, pengacara Setnov, Fredrich Yunadi, menolak menandatangani berita acara penahanan tersebut. Surat tersebut akhirnya ditandatangani penyidik dan dua saksi dari RS Medika. Selanjutnya, surat tersebut diserahkan ke istri Setnov, Deisti Astriani Tagor, yang kebetulan selalu mendampingi suaminya selama menjalani perawatan pasca kecelakaan.

Fredrich juga menolak menandatangani ketika penyidik menyodorkan surat pembantaran penahanan. ”Penyidik kemudian membuat berita acara penolakan, sekaligus menandatanganinya,” terang mantan aktivis ICW tersebut.

Pasca pemberkasan kemarin, Setnov secara hukum berada di bawah kewenangan KPK. Tim penyidik itu pun langsung melakukan pengamanan dan pengawasan ketat selama Setnov dirawat di RSCM. Setelah Setnov dianggap sudah sembuh oleh tim medis, KPK segera melakukan penahanan. ”Untuk kondisi kesehatan, kami terus berkoordinasi dengan pihak rumah sakit,” imbuhnya.

Terkait indikasi pihak yang menyembunyikan Setnov, KPK belum mau berkomentar banyak. Menurut Febri, pihaknya saat ini fokus terhadap penanganan perkara pokok yang dilakukan Setnov. ”Kami belum bisa menyampaikan secara rinci (pihak yang diduga menyembunyikan),” terangnya.

KPK juga masih fokus terhadap upaya praperadilan jilid II yang diajukan Setnov di PN Jakarta Selatan. ”Gugatan praperadilan kami terima siang ini (kemarin), di panggilan sidang yang dikirim jadwalnya tanggal 30 November,” ujarnya.

Kuasa hukum Setnov memang kembali mengajukan gugatan praperadilan pada Rabu (15/11) lalu. Dalam gugatan dengan nomor 133/Pid.Pra/2017/PN JKT SEL itu, pihak Setnov meminta penyidikan KPK dihentikan.

Febri menambahkan, KPK kemarin juga menerima pengaduan masyarakat tentang indikasi obstruction of justice (menghalangi proses hukum) yang dilakukan kuasa hukum Setnov. Pimpinan KPK mengkaji isi pengaduan tersebut. Dalam pengaduan itu, perwakilan masyarakat meminta KPK agar menjerat kuasa hukum Setnov dijerat dengan pasal 21 UU KPK dengan tuduhan merintangi penyidikan e-KTP. ”Kami akan dalami fakta-fakta yang ada,” paparnya.

Sementara itu, masa perawatan Setnov di RS Medika Permata Hijau tidak sampai 24 jam. Berdasar rekomendasi dari dokter RS Medika, Setnov siang kemarin (17/11) dipindahkan ke RSCM.

Keputusan pemindahan Setnov dilakukan berselang sekitar tiga jam setelah dr Bhimanesh Sutardjo SpPD, dokter yang merawat Setnov, menyampaikan kondisi terakhir ketua DPR RI.

Sekitar pukul 12.30, Setnov yang berbaring di brangkar, dengan balutan kain di seluruh kepala dikawal dengan ketat melewati jepretan dan sorotan kamera media. Sejumlah orang yang mengelilingi Setnov berusaha keras menutup wajah Setnov dengan selimut saat akan dibawa masuk ke ambulans.

Hanya terlihat bagian muka Setnov dengan mata terpejam. Tidak terlihat benjolan sebesar bakpau yang disebut Fredrich, karena tertutup oleh kain berwarna pink. Sementara luka bagian pipi yang juga sempat disebut Fredrich juga tidak terlihat. Pipi Setnov masih tampak mulus. (*)

  • Bagikan