Palestina Sebentar Lagi Merdeka, Fatah dan Hamas Sudah Berdamai
FAJAR.CO.ID - Setelah bernegosiasi sejak Selasa (10/10) di Kairo, Mesir, dua partai terbesar di Palestina, Hamas dan Fatah, menandatangani kesepakatan awal rekonsiliasi, kemarin, Kamis (12/10).
Ada beberapa poin yang menjadi pokok kesepakatan. Yakni, perubahan manajemen penjagaan perbatasan dan mengintegrasikan para pegawai negeri di Gaza dengan Otoritas Palestina (PA) yang dipimpin Fatah.
”Saya telah menerima detail laporan dari delegasi Fatah tentang hal apa yang disepakati dan saya menganggap itu sebagai kesepakatan final untuk mengakhiri perbedaan,” ujar Presiden Palestina, Mahmoud Abbas, kemarin.
Dia berencana berkunjung ke Jalur Gaza beberapa pekan kedepan. Jika terealisasi, itu menjadi kunjungannya yang pertama dalam satu dekade terakhir.
Delegasi PA, Azzam Al Ahmad, mengungkapkan bahwa Abbas memang menginginkan agar rekonsiliasi itu benar-benar berjalan dan menjadi akhir perseteruan kedua pihak.
Dengan begitu, impian Palestina untuk mengakhiri pendudukan Israel menjadi negara merdeka dan mengambil kembali Jerusalem Timur sebagai ibu kota negara bisa tercapai.
Dalam konferensi pers kemarin, Azzam menyampaikan bahwa Hamas sepakat menyerahkan pengelolaan perlintasan perbatasan Rafah per 1 November mendatang kepada PA yang dipimpin Abbas.
Rafah merupakan perlintasan satu-satunya di Gaza yang berbatasan langsung dengan Mesir. ”Pasukan kepresidenan akan disebar ke seluruh wilayah perbatasan,” tuturnya.
Ada harapan besar jika pergantian pengelolaan itu akan meminimalkan, bahkan menghilangkan blokade yang kerap dilakukan Mesir. Bila lalu lintas di Rafah lancar, otomatis perekonomian di Gaza meningkat.
Kedua pihak juga setuju jika pemilu legislatif, presiden, dan dewan nasional akan digelar setahun setelah penandatanganan. Sebelum pemilu, Hamas dan Fatah membentuk pemerintahan sementara.
Palestina menggelar pemilu legislatif kali terakhir pada 2006. Saat itu, Hamas menang. Pemilu tersebut berujung konflik antara Hamas dan Fatah yang akhirnya memicu perang sipil mulai Januari 2006–Mei 2007. Perang itu berakhir dengan perpecahan. Hamas memimpin di Gaza dan Fatah berkuasa di Tepi Barat.
Nah, dalam rekonsiliasi kali ini, Hamas setuju untuk menyerahkan kontrol administratif Gaza ke pemerintahan yang baru per 1 Desember mendatang.
Ada 40–50 ribu pegawai negeri sipil yang dipekerjakan Hamas di Gaza sejak 2007. Belum ada penjelasan detail apakah mereka akan tetap dipekerjakan atau diganti dengan armada yang baru.
Rencananya, PA menerjunkan 3 ribu pasukan keamanan Fatah untuk bergabung dengan pasukan kepolisian Gaza. Hamas selama ini memiliki 25 ribu pasukan dengan persenjataan lengkap.
Mereka merupakan pasukan bersenjata paling kuat di Palestina dan tiga kali berperang dengan Israel sejak 2008.
Keberhasilan rekonsiliasi yang dijembatani Mesir itu merupakan kesuksesan yang luar biasa. Selama ini, beberapa negara berusaha menyatukan Hamas dan Fatah, tapi tak pernah berhasil.
Di antaranya, Qatar, Turki, Swiss, dan Norwegia. Israel dan para pendonor yang selama ini membantu Palestina kini menunggu implementasi dari rekonsiliasi tersebut.
Selama ini, Israel dan Amerika Serikat (AS) menganggap Hamas sebagai organisasi teroris, bukan partai politik. Negeri Paman Sam itu selama ini termasuk salah satu negara yang memberikan bantuan ke Palestina. (Reuters/AlJazeera/sha/c16/any)