Nurdin Halid: Golkar Tak Butuh Plt Pengganti Novanto
FAJAR.CO.ID - Ketua Harian DPP Partai Golkar, Nurdin Halid, menegaskan tidak diperlukan adanya Pelaksana Tugas (Plt) Ketua Umum untuk menggantikan Setya Novanto.
Nurdin mengaku, dirinya sudah menggantikan sementara tugas Novanto selama yang bersangkutan sakit.
“Saya kan Ketua Harian ya. Jadi apapun kebijakan DPP itu juga Ketua Harian memegang peranan penting dan strategis dalam melakukan melaksanakan daripada amanat Munas. Jadi saya cukup dengan Ketua Harian, tidak perlu menjadi Plt. Memangnya apa Plt?” ujar Nurdin di kawasan Jakarta Barat, Jumat (29/9/2017).
Nurdin menjelaskan, sudah cukup dengan keberadaan dirinya menggantikan sementara tugas-tugas dari Ketua Umum. Hal ini juga sesuai dengan rapat pleno 18 Juli lalu yang menunjuk dirinya sebagai Ketua Harian dan Idrus Marham sebagai Sekretaris Jenderal.
“Sekarang kan sebenarnya sudah sama dengan Plt karena rapat pleno tanggal 18 juli itu, Ketum mengusulkan pada rapat pleno menunjuk Ketua Harian dan Sekjen untuk melaksanakan tugas dan fungsi-fungsi organisasi dalam keseharian,” urainya.
Nurdin juga mengaku, saat ini dirinya sudah menjalankan tugas-tugas Ketua Umum selama Novanto menjalani proses hukum dan terbaring sakit. Termasuk memulihkan internal partai agar bekerja optimal.
“Sekarang yang memimpin rapat saya. Kemudian saya bersama Sekjen yang memotivasi mendorong daripada kinerja-kinerja partai seluruh Indonesia itu dilakukan Ketua Harian dan Sekjen dan itu keputusan rapat pleno,” kata dia.
Untuk itu, Nurdin menegaskan tidak ada kendala sama sekali dalam hal administrasi terkait partainya. Termasuk proses penandatanganan surat yang terbengkalai. Seperti yang pernah disebut Koordinator Bidang (Korbid) Polhukam DPP Golkar, Yorrys Raweyai.
“Tanda tangan surat juga tanda tangan, kalau ada yang strategis juga tanda tangan Ketua Harian dan pilkada-pilkada juga Ketua Harian tanda tangan bersama Sekjen. Tidak ada kendala secara administrasi,” jelas Nurdin.
Sebelumnya, Yorrys meminta DPP segera menetapkan Plt Ketua Umum mnggantikan Novanto. Dengan acuan dua pertimbangan terhadap Novanto. Status hukum yang mendudukkan dirinya sebagai tersangka kasus e-KTP.
Serta kondisi kesehatan yang dikabarkan memburuk hingga membuatnya dirawat di rumah sakit. Setidaknya, Yorrys menyebutkan, ada 15 ribu Surat Keputusan yang terbengkalai dan belum ditandatangani sejak Novanto dirawat beberapa waktu lalu. Hal ini memicu banyak permintaan dari kader agar Setya Novanto, mundur dari jabatan Ketua Umum. (san-ald/rmol/fajar)