Jokowi Tetap Sakti Jika Hanya Lawan Prabowo dan AHY
FAJAR.CO.ID, JAKARTA - Pengamat politik Adi Prayitno menilai realitas politik menunjukkan Jokowi masih begitu digdaya atau sakti. Sebagai petahana dengan bekal politik memadai, cukup sulit mencari penantang yang sepadan. Sebab konfigurasi kekuatan politik saat ini tak terlalu menguntungkan bagi pihak penantang. Ketentuan ambang batas pencapresan 20-25 persen menjadi faktor sulit bagi partai politik memunculkan calon pesaing Jokowi.
“Saat ini saya kira hanya menyisakan empat partai politik yang kemungkinan tak akan mendukung Jokowi. Yaitu Gerindra, PKS, PAN dan Demokrat. Dari gambaran tersebut sepertinya tak akan banyak figur yang bakal meramaikan Pilpres 2019,” ujar Adi di Jakarta, Senin (25/9).
Pengajar ilmu politik dari Universitas Islam Negeri (UIN) Syarief Hidayatullah Jakarta ini memprediksi kemungkinan calon penantang Jokowi bakal datang dari dua kubu. Yaitu, poros Hambalang yang dinakhodai Prabowo Subianto. Kemungkinan besar bakal menggandeng PKS. Bukan rahasia umum ke duanya sekutu sejak lama dan gabungan suara dua partai tersebut cukup memenuhi syarat pencapresan.
“Kemudian poros Cikeas yang mengandalkan nama besar eks Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Namun Demokrat butuh sokongan minimal dua partai politik untuk bisa memenuhi syarat 20-25 persen presidential threshold,” ucapnya.
Menurut Adi, andai PAN bisa dirangkul maka Demokrat harus tetap berjuang keras mencari dukungan tambahan, terutama partai yang terlanjur bergabung dengan pemerintah. PKB misalnya, relatif bisa ”diolah” karena kerap bermain di tikungan, meski akhirnya kembali ke koalisi pemerintah.
“Meski sulit terwujud, poros Cikeas saya kira akan terus bermanuver. Setidaknya SBY tak bakal tinggal diam menyaksikan kontestasi elektoral akbar lima tahunan ini. SBY terlahir sebagai politikus yang tak pantang menyerah,” katanya.
Peneliti The Political Literacy Institute ini memprediksi, jika peta politik tak berubah drastis maka lawan Jokowi kemungkinan hanya Prabowo dan kubu Cikeas dan sepertinya Jokowi tak perlu bersusah payah memenangi pilpres kembali.
“Pada tahap tertentu rakyat mulai bosan dengan Prabowo Subianto yang berulang kali nyapres. Sementara jagoan Cikeas belum tampak menguat, paling santer cuma Agus Harimurti Yudhoyono,” tuturnya.
Meski demikian Jokowi, kata Adi, tak boleh jumawa. Dalam politik apa pun bisa terjadi. Seperti pitutur ahli politik Prusia Otto von Bismarck, politik adalah seni kemungkinan (art of possibilities).
“Jagoan poros Hambalang dan Cikeas memang belum keliatan kuat, tapi bukan berarti mereka tak melawan. Di akhir pertarungan selalu muncul kejutan baru. Seperti kemungkinan koalisi poros Hambalang dan Cikeas mengusung capres alternatif yang berpotensi mengalahkan Jokowi,” pungkas Adi. (Fajar/jpnn)