23 Santri Tewas Terpanggang, Polisi Malaysia Sebut Ada Unsur Kesengajaan
FAJAR.CO.ID - Masih subuh (Rabu,13/9/2017) pukul 05.40, tapi Hazin sudah mendengar teriakan panik para santri pondok Darul Quran Ittifaqiyah Tahfiz Center, pesantren di dekat rumahnya.
Hazin lantas berlari ke luar rumah. Begitu mengarahkan pandangan ke lantai 3 bangunan utama pesantren asal suara teriakan tersebut, lemaslah dia. Api berkobar hebat di sana.
“Anak-anak itu berteriak-teriak minta tolong. Tapi, saya tidak bisa melakukan apa-apa,’’ kata Hazin.
Putra Hazin yang pagi itu ikut keluar rumah bersama sang ayah dan menyaksikan kebakaran di pesantren langsung bergegas pulang.
Dia menelepon pemadam kebakaran dan melapor tentang suara ledakan yang didengarnya. Hazin dan warga di sekitar pesantren berusaha memberikan pertolongan.
Korban berjatuhan karena hanya ada satu pintu keluar. Dua pintu lainnya tidak bisa digunakan. Seluruh jendela di ruangan yang berfungsi sebagai kamar tidur itu juga berteralis besi.
’’Para santri tidak bisa keluar dari ruangan itu. Mereka terbakar,’’ ujar Nadia Azalan, kakak salah seorang korban tewas. Dia menyesalkan pemasangan teralis-teralis besi pada jendela ruang tidur santri.
Awalnya, Soiman Jahid, wakil komandan pemadam kebakaran Kuala Lumpur, menyebut korsleting atau obat nyamuk bakar sebagai penyebab kebakaran yang menewaskan 23 santri dan dua staf pesantren tersebut.
Namun, dugaan itu ditepis Direktur Pemadam Kebakaran Khirudin Drahman. ’’Setelah inspeksi menyeluruh yang melibatkan K-9 (anjing pelacak), kami menemukan bukti bahwa api kali pertama muncul di lantai 2. Bukan di ruang tidur santri,’’ paparnya.
Khirudin menjelaskan, pasukan K-9 juga menemukan jejak bahan kimia di lantai 2. Dugaan adanya unsur kesengajaan kian menguat setelah petugas menemukan dua tabung elpiji di depan pintu ruang tidur.
’’Kini kami menguji bahan kimia itu di laboratorium. Yang jelas, penyebab kebakaran bukanlah korsleting,’’ tegasnya.
Sebanyak 13 santri luput dari maut setelah berhasil menjebol teralis jendela dan melarikan diri. Mohamad Arif Mawardi, staf pesantren, baru sadar terjadi kebakaran setelah mendengar teriakan para santri.
Tetapi, pria 24 tahun yang tidur di lantai 2 itu tidak bisa memberikan pertolongan karena kobaran api terlalu besar.
Kemarin, Kamis (14/9) polisi masih menyegel pesantren yang cukup punya nama di Malaysia tersebut. Proses identifikasi para korban pun harus melewati uji DNA.
Sebab, kondisi para korban tewas yang ditemukan di tiga titik berbeda itu terlalu mengenaskan. Tubuh mereka hangus dan tidak bisa dikenali secara fisik.
Korban tewas paling muda dikabarkan berusia 7 tahun.
(Reuters/CNN/freemalaysiakini/hep/c14/any)