Tegas.. MUI Keluarkan Empat Sikap Soal Kekejaman Militer Myanmar Terhadap Warga Muslim Rohingya

  • Bagikan
FAJAR.CO.ID, JAKARTA - Majelis Ulama Indonesia (MUI) prihatin dengan kekerasan yang dilakukan oleh militer Myanmar terhadap etnis muslim Rohingya. Menanggapi adanya hal ini, Sekretaris Jenderal MUI Anwar Abbas mengatakan, pihaknya mengeluarkan empat sikap terhadap aksi kebrutalan militer Myanmar terhadap etnis Rohingya. Pertama, mengembalikan keamanan di daerah Rakhine State tempat etnis Rohingya tinggal, dan menghormati hak-hak masyarakat terutama penduduk etnis Rohingya. ‎”Kedua, menghentikan segala bentuk tindak kekerasan yang dilakukan oleh pemerintah dan militer Myanmar terhadap etis Rohingya yang ada di Rakhine State,” ujar Anwar kepada JawaPos.com, Sabtu (2/9). Ketiga, melindungi seluruh penduduk yang ada di Myanmar dan hak-haknya, tidak hanya bagi mereka yang beragama Islam tetapi juga yang lainnya. Keempat, lanjut pria asal Sumatera Barat ini, meminta kepada lembaga kemanusiaan internasional dan dari Indonesia untuk masuk ke Rakhine State, tempat etnis Rohingya tinggal untuk memberikan bantuan. “Jadi memberikan bantuan dan pertolongan kepada masyarakat yang telah menjadi korban kekerasan, dan yang hidup dan kehidupan mereka merasa terancam,” pungkasnya. Sekadar informasi, bentrokan Rohingya menjadi eskalasi terbaru dari kekerasan yang telah melanda Rakhine sejak Oktober lalu. Saat itu, militer Myanmar menuding Rohingya menyerang pos keamanan di perbatasan di Rakhine, sehingga menewaskan sekitar sembilan polisi. Dalam operasi balasan atas serangan tersebut, aparat keamanan Myanmar diduga menyiksa hingga membunuh warga Rohingya secara membabi-buta hingga menewaskan sedikitnya 80 orang dan memaksa sekitar 87 ribu Rohingya mengungsi ke luar Myanmar. Laporan Perserikatan Bangsa-Bangsa juga telah memberi kesimpulan bahwa militer Myanmar melakukan penyiksaan hingga pemerkosaan terhadap warga Rohingya di sana. Situasi di Rakhine kembali memburuk sekitar awal Agustus ketika tentara kembali memulai operasi yang mengakibatkan ketegangan bergeser ke kota Rathetaung, di mana masyarakat Buddha dan Rohingya tinggal berdampingan. (Fajar/jpg)  
  • Bagikan

Exit mobile version