Pemerintah Mau Impor LNG dari Singapura padahal Tetangga Tak Punya Ladang Gas
FAJAR.CO.ID - Rencana pemerintah mengimpor Liquid Natural Gas (LNG) dari Singapura bakal membuat roadmap pengembangan gas nasional semakin tidak jelas.
Karenanya perlu dilakukan audit neraca gas nasional yang komprehensif agar angka proyeksi kebutuhan sesuai dengan kemampuan produksi gas domestik.
“Rasanya aneh kita harus mengimpor LNG dari Singapura karena secara faktual mereka tidak punya ladang gas. Impor ini dipastikan bukan transaksi yang langsung dari produsen utama tapi melalui perantara atau trader. Tawaran Singapura secara harga mungkin efisien hingga ke titik serah, namun jika sudah ke titik distribusi bisa melonjak,” jelas anggota Komisi VII DPR RI Rofi Munawar dalam keterangannya, Jumat (25/8/2017).
Menurutnya, tren kenaikan lifting gas harusnya bisa dimanfaatkan pemerintah untuk mengatur tata kelola dan tata niaga gas yang lebih efisien, bukan kemudian secara terburu-buru mengambil langkah impor.
Sebagaimana diketahui, angka lifting gas untuk nasional ditetapkan pemerintah di angka 1.150 ribu barel per hari (bph) pada APBN Perubahan 2017 dan telah menetapkan target mencapai 1.200 ribu bph untuk RAPBN 2018.
“Kita menyadari gas adalah energi tak terbarukan yang suatu saat bisa habis tak tersisa. Tapi dari apa yang ada saat ini saja belum bisa termanfaatkan dengan optimal. Pemerintah perlu melakukan langkah segera terhadap proyek-proyek pengembangan lapangan gas yang ada saat ini maupun di masa yang akan datang,” beber Rofi.
Politisi Partai Keadilan Sejahtera itu menilai, rencana pemerintah impor gas sebagai langkah tergesa-gesa dan malas melakukan terobosan. Rofi memberikan alasan karena selama ini pemanfaatan gas nasional belum optimal.
Hal itu terjadi karena beberapa faktor, yakni minimnya infrastruktur gas nasional dan menjadi salah satu penghambat utama dari masih rendahnya pemanfaatan gas domestik. Walaupun alokasi gas domestik terus meningkat dari tahun ke tahun, namun alokasi gas dari pemerintah untuk domestik masih belum cukup. Ironisnya, justru gas selama ini diekspor dengan harga rendah dan kontrak yang panjang.
“Pemerintah juga perlu memiliki strategi dalam mendistribusikan gas, mengingat selama ini lapangan gas berada di daerah-daerah yang berjauhan dan terpencil. Untuk itu, diperlukan upaya yang sistematis dalam menyalurkan gas dari lokasi pasokan ke daerah-daerah yang membutuhkan. Impor sejatinya bukan jalan keluar untuk mengatasi kebutuhan gas nasional. Aneh, kalau sampai impor,” pungkas Rofi.
Pemerintah sendiri pada 2015 telah menyelesaikan penyusunan peta jalan (roadmap) infrastruktur gas hingga tahun 2030. Dalam peta jalan itu, pemerintah menargetkan pembangunan kilang LNG, CNG dan wilayah jaringan distribusi. Pemerintah juga rencananya akan menambah panjang jaringan pipa dan terminal regasifikasi gas alam cair (liquefied natural gas/LNG), SPBG, hingga jaringan gas untuk rumah tangga. (wah/rmol/fajar)