Konflik Masjidilaqsa Meluber ke Tetangga, Israel di Ambang Perang
FAJAR.CO.ID, YERUSALEM - Situasi di kompleks Al Aqsa, Yerusalem, kian panas. Israel tak mau mundur, dan justru memancing perlawanan sengit dari pejuang Palestina dan negara-negara muslim.
Bagi Palestina, pagar besi dan penambahan personel keamanan adalah bentuk intimidasi. Karena itu, meski Israel akhirnya mencopoti detektor metal yang terpasang di akses kompleks Al Aqsa, mereka tidak akan masuk hingga kondisi kembali seperti sediakala. Yakni, sebelum adanya bentrok pada 14 Juli yang akhirnya dijadikan dalih pemerintahan PM Benjamin Netanyahu untuk membatasi gerak warga Palestina beribadah di Masjidilaqsa.
Dalam bentrok pada 14 Juli, dua polisi tewas ditusuk. Israel langsung bereaksi berlebihan. Masjidilaqsa ditutup hingga dua hari. Lalu, alat detektor metal dipasang di lima dari tujuh akses masuk Haram Al Sharif, kawasan tempat Masjidilaqsa.
Setelah mendapat tekanan dari berbagai pihak, Isarel setuju melepasnya pada Selasa (25/7/2017). Namun, pagar besi dan kamera pengawas alias CCTV tetap dipertahankan. Selain itu, penjaga bersenjata lengkap ditambah.
Kondisi tersebut tentu saja membuat warga Palestina tidak nyaman jika ingin beribadah. Hingga kemarin (26/7/2017), mereka masih tetap salat di pintu-pintu gerbang Haram Al Sharif sebelum pagar besi dan CCTV juga dipereteli. Itu sesuai dengan seruan dari Presiden Palestina Mahmoud Abbas dan Imam Masjidilaqsa Sheikh Ikrima Sabri.
Abbas menegaskan bahwa Palestina akan tetap membekukan kerja sama dengan Israel jika tuntutan mereka tidak dipenuhi.
Sehari sebelum pencopotan, mantan Menteri Luar Negeri Israel Tzipi Livni memperingatkan Israel akan gentingnya situasi saat ini. Israel di ambang perang dengan negara-negara muslim di dunia jika tidak mengubah sikap.
Dengan dukungan dari Jordania dan negara-negara Sunni lainnya, konflik Israel-Palestina bakal berubah menjadi perang antara umat muslim dan Israel.
Israel mau melunak karena mempunyai syarat. Mereka berencana memasang CCTV yang jauh lebih canggih sekitar 6 bulan lagi untuk mengawasi setiap pergerakan di sekitar kompleks yang di dalamnya terdapat Masjidilaqsa dan Dome of the Rock itu.
“Ini adalah masalah kontrol dan kekuasaan,” ujar Mohammad Abu Al Hommos, aktivis Palestina di Kota Tua Jerusalem. “Saya ingin keluar-masuk Masjidilaqsa sesuka hati saya. Siapa mereka sehingga berhak mengawasi saya (lewat CCTV),” tambahnya.
Imam Masjidilaqsa, Sheikh Ikrima Sabri, menegaskan bahwa pengacara Jerusalem Islamic Waqf (lembaga bentukan Jordania yang dipercaya mengelola Masjidilaqsa) berencana menemui otoritas Israel. Tujuannya, meminta penghapusan pengamanan tambahan di Haram Al Sharif. Baik berupa pagar besi, tambahan personel polisi, maupun CCTV yang bakal dipasang.
Aksi massa juga masih terus terjadi. Hanya berselang beberapa jam setelah alat pendeteksi logam dicopot, bentrok terjadi di depan gerbang utama menuju Haram Al Sharif. Puluhan penduduk Palestina luka-luka. Di antara korban luka, ada beberapa jurnalis dan anak-anak. Aksi seperti itu ditengarai terus terjadi.
Perang mulut antara Turki dan Israel terkait dengan krisis Masjidilaqsa juga tidak terelakkan. Kementerian Luar Negeri Israel menanggapi tudingan Presiden Recep Tayyip Erdogan sebagai hal yang tidak berdasar, hanya khayalan, dan menyimpang. Erdogan menyebutkan bahwa Israel berencana merebut Haram Al Sharif.
Menanggapi hal itu, Huseyin Muftuoglu, juru bicara Kementerian Luar Negeri Turki, menuding Israel membuat pernyataan arogan. ’’Mencoba menutupi fakta bahwa Jerusalem Timur di bawah pendudukan (Israel) tidak akan membawa perdamaian dan stabilitas regional ataupun resolusi konflik antara Israel-Palestina,’’ tandas Muftuoglu.
Duta Besar Palestina untuk PBB Riyad Mansour mengungkapkan bahwa kondisi di Masjidilaqsa saat ini genting. Dia meminta Dewan Keamanan (DK) PBB bertindak. Dalam pidatonya di DK PBB, dia menuding Israel telah menghasut dan memprovokasi penduduk Palestina. Tindakan tersebut berbahaya karena bisa memicu bentrok lagi.
Di lain pihak, Netanyahu mendapatkan kritikan setelah menemui penjaga yang menembak mati dua warga Jordania. Penjaga kantor kedutaan Israel di Amman, Jordania, itu disambut bak pahlawan. Dia telah menembak mati pemuda Jordania yang menyerangnya dengan obeng. Tetapi, salah satu tembakannya salah sasaran dan menembak penduduk sipil pemilik apartemen yang dijadikan kantor kedutaan tersebut.
Kritikan datang dari dalam dan luar negeri. Sebagian penduduk Israel menilai Netanyahu seperti melumuri luka penduduk Jordania dengan garam. Sementara itu, Menteri Luar Negeri Jordania Ayman Safadi menuding Israel tengah bermain drama dengan berlaku seakan-akan duta besar serta petugas keamanan tersebut tengah disandera di Jordania dan Israel membebaskan mereka. ’’Mereka disambut seperti pahlawan yang pulang. Itu absurd. Ini adalah kasus kriminal,’’ tegas Safadi. (*)
Reuters/AFP/AP/Aljazeera/Hareetz/sha/c20/any/fajar