Fahri Hamzah Sebut Prabowo Lebih Kuat dari Jokowi di Pilpres 2019, Ini Alasannya
FAJAR.CO.ID, JAKARTA – Kabar akan adanya uji materi, terutama pasal yang mengatur presidential threshold (PT) 20-25 persen di UU Pemilu yang baru disetujui Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Jumat (21/7) dini hari, terus bergulir.
Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah pun angkat bicara. Dia mengatakan, parlemen tidak boleh mengajukan uji materi. Sebab, asumsinya adalah DPR sebagai pembuat UU. Sehingga tidak boleh merasa dirugikan dengan UU yang dibuat sendiri.
Demikian juga dengan partai politik. Fahri mengatakan, parpol yang ada di DPR tidak punya legal standing menjadi pengaju uji materi. Sebab, DPR itu diutus oleh partai-partai yang sudah ikut pemilu membuat UU. Jadi, DPR yang berisi anggota parpol yang membuat UU tidak punya legal standing untuk uji materi. “Tapi kalau partai yang tidak ada di DPR saya kira masuk legal standing-nya,” kata Fahri di gedung DPR, Senayan, Jakarta, Jumat (21/7).
Namun, kata dia, semua itu masih spekulatif. Termasuk pula terkait dengan pihak-pihak yang menyebutkan bahwa PT 20 persen merupakan upaya Joko Widodo menghambat orang lain maju di pemilihan presiden (pilpres) 2019.
Menurut Fahri, sudah banyak partai yang bisa mengajak orang lain. “Dan kita juga tidak tahu nasib Pak Jokowi ya. Bisa jadi dia juga tidak dapat tiket (maju pilpres 2019). Siapa bilang dia pasti dapat tiket? Belum tentu,” ungkap Fahri.
Dia menjelaskan, jika dilihat dari kandidat yang ada antara Jokowi dan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto, tentu yang lebih kuat di partai adalah Prabowo. “Dia ketua umum, dia ketua dewan pembina, yang kalau dia ngumpul dengan beberapa partai lain jadi mudah karena dia ketua umum. Sementara Pak Jokowi bukan ketum, dia bisa ditinggalkan oleh banyak partai,” papar Fahri.
Namun, dia berujar, semua substansi politis dari PT 20 persen itu masih debatable. Tapi, secara substansi konstitusional ini sulit sekali dibela di Mahkamah Konstitusi (MK). (Fajar/jpnn)