Marawi Terus Dibombardir, Ratusan Mayat Bergelimpangan 

  • Bagikan

FAJAR.CO.ID, MARAWI – Militer Filipina (AFP) meningkatkan serangan ke Kota Marawi, Filipina. Mereka mengerahkan pasukan dari darat dan udara untuk merebut ibu kota Provinsi Lanao del Sur itu dari tangan kelompok militan Maute, kemarin (20/6).

AFP berharap bisa mengalahkan militan yang mendukung Islamic State (IS) alias ISIS tersebut sebelum Lebaran mendatang.

’’Tujuan kami adalah membebaskan Marawi pada akhir Ramadan,’’ ujar Juru Bicara AFP Brigjen Restituto Padilla kemarin.

Dia mengumpulkan komandan militer dan kepolisian di Kota Cagayan de Oro untuk menyusun strategi melawan Maute.

Selama ini, tenggat yang ditetapkan AFP selalu meleset. Namun, kali ini pemerintah Filipina berharap kota berpenduduk mayoritas muslim itu aman sebelum hari raya Idul Fitri.

Jika tidak, bala bantuan untuk Maute dikhawatirkan berdatangan setelah Lebaran. AFP sudah mengawasi berbagai kelompok yang diduga akan membantu Maute agar tak berdatangan ke Marawi.

’’Sebagai seorang muslim yang taat, kami dilarang bertarung saat Ramadan. Jadi, setelahnya mungkin akan ada kelompok-kelompok baru yang berdatangan (ke Marawi),’’ kata Faisal Amir, salah seorang penduduk Marawi yang tidak mengungsi.

Sejak kemarin pagi, pesawat tempur mengitari desa-desa yang dikuasai Maute dan menjatuhkan bom di berbagai titik. Pasukan AFP di darat memberondong mereka dengan peluru dan granat.

AFP menyerang militan dari tiga sisi dan mendesak militan mundur ke danau yang berada di perbatasan kota. Pertempuran sempat terhenti saat hujan deras, namun berlanjut ketika hujan reda.

Versi Juru Bicara Militer di Marawi Letkol Jo-Ar Herrera, pihaknya berhasil mendesak mundur Maute. ’’Kami bergerak menuju pusat gravitasi,’’ ujarnya merujuk pada pusat komando dan komunikasi Maute.

Herrera tidak menjelaskan secara detail desa yang berhasil direbut. Namun, salah seorang anggota militer di garis depan yang dihubungi kantor berita Reuters mengungkapkan bahwa pihaknya sudah membebaskan sekitar seribu bangunan.

Seluruh bangunan yang telah dikuasai ditandai. AFP menaruh pasukan di lokasi yang sudah diambil alih itu agar tak direbut kembali oleh Maute.

Maute memang hanya menguasai sekitar 20 persen Marawi, tapi AFP tak kunjung bisa mengalahkan kelompok yang dipimpin Abdullah dan Omarkhayam Maute itu.

Wilayah yang dikuasai Maute adalah desa-desa yang padat penduduk. Mereka juga menggunakan warga sipil sebagai tameng.

Jika tak hati-hati, justru orang-orang yang tidak bersalah itulah yang menjadi korban. Kondisi itulah yang membuat militer Filipina mengalami kesulitan.

Berdasar keterangan orang-orang yang berhasil melarikan diri dari Marawi baru-baru ini, mereka melihat banyak mayat bergelimpangan. Jumlahnya mungkin mencapai ratusan.

Tidak diketahui secara pasti apakah itu anggota Maute yang terkena bom atau justru warga sipil yang dibantai oleh militan sadis tersebut.

Kemarin AFP merilis jumlah korban jiwa. Yaitu 258 orang militan, 65 personel militer, dan 26 warga sipil. Jumlah itu tentu belum termasuk mayat-mayat yang dilihat penduduk tersebut.

Masih ada sekitar 2 ribu penduduk yang terjebak di area yang dikuasai Maute. Mereka diperkirakan kekurangan makanan dan air bersih.

Kondisi di penampungan juga tak kalah mengenaskan. Tempat yang disediakan tidak memadai untuk menampung ribuan penduduk. Sanitasinya juga buruk. Imbasnya, 24 orang tewas.

Sebagian besar adalah manula yang sebelumnya sakit dan kondisinya memburuk saat di penampungan. Sisanya meninggal karena diare.

Presiden Filipina Rodrigo Duterte kemarin berkunjung ke sekolah yang dijadikan penampungan penduduk. Dia meminta maaf atas kondisi penduduk Marawi.

’’Saya harap kalian akan memaafkan tentara saya, pemerintah, dan bahkan saya sendiri,’’ ujarnya. Dia berjanji membangun kembali Marawi seperti dulu sebelum pertempuran terjadi. (Fajar/jpnn)

Krisis Marawi

23 Mei: Militer Filipina (AFP) dan kepolisian berusaha menangkap pemimpin ISIS Asia Tenggara, Isnilon Hapilon. Petinggi militan Abu Sayyaf itu berobat di Marawi. Hapilon meminta bantuan Maute. Militer Filipina akhirnya kalah. Duterte mendeklarasikan darurat militer di seluruh Kepulauan Mindanao.

26 Mei: AFP menyatakan, ada warga negara asing yang ikut bertempur bersama Maute. Antara lain, berasal dari Malaysia, Indonesia, serta beberapa negara di Timur Tengah.

2 Juni: Deadline yang ditetapkan AFP untuk membebaskan Marawi tidak bisa dipenuhi. Pemerintah memundurkan tenggat waktu hingga 12 Juni saat Hari Kemerdekaan Filipina dari Spanyol.

4 Juni: Gencatan senjata untuk mengevakuasi penduduk. Tapi, di tengah-tengah proses, ada tembakan. Hanya 179 orang yang berhasil dievakuasi dari target awal lebih dari seribu orang.

12 Juni: Deadline tidak bisa terpenuhi lagi. Pemerintah tak lagi menetapkan batas akhir untuk menguasai Marawi.

20 Juni: AFP berharap pertempuran bisa usai sebelum Idul Fitri agar pasukan bantuan untuk Maute tidak bisa bergabung.

Diolah dari berbagai sumber

 

  • Bagikan