FAJAR.CO.ID, JAKARTA - Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo memastikan kalau tidak akan ada Daerah Otonomi Baru (DOB) yang dibentuk dan diizinkan berdiri hingga 2018 mendatang. Dalam hal ini, moratorium pemekaran daerah dilanjutkan.
Mendengar hal tersebut Anggota Komisi II DPR RI asal Sulsel dari Fraksi Gerindra, H. Azikin Solthan, menanggapi tentang perpanjangan moratorium DOB. Menurut Azikin, persoalan pemekaran tidak selamanya dilihat dari segi anggaran, tetapi juga dilihat dari berbagai segi, seperti segi sosial ekonomi, dan politis masyarakat.
Misalnya, kata Azikin, masyarakat diperbatasan yang kondisinya jauh berbeda dengan masyarakat dari negara tetangga. “Saya kira mereka yang diperbatasan harus ada sentuhan dari pemerintah. Salah satu cara untuk mengangkat derajat ekonominya adalah dengan menjadi daerah baru,” ujarnya saat dihubungi, Selasa 20 Juni 2017.
Jika segala persyaratan daerah untuk mekar, misal jumlah penduduk, luas wilayah sudah lengkap, kenapa harus ditahan-tahan. Untuk itu, dalam raker dengan Mendagri kedepan Kami (Komisi II DPR,red) akan meminta klarifikasi dari Mendagri akan moratorium pemekaran.
Hingga saat ini tercatat ada 314 permohonan pemekaran wilayah yang sudah diterima Kementerian Dalam Negeri. Dengan kondisi begini maka dipastikan pemekaran Luwu Tengah (Luteng) akan kembali mandek.
Menurut Tjahjo, pemekaran wilayah tidak bisa dilakukan karena pemerintah masih fokus membangun infrastruktur ekonomi dan sosial hingga 2018. Pembentukan DOB baru akan dievaluasi dan diputuskan pasca selesainya pembangunan infrastruktur.
“Kami lapor pada pak Wapres sebagai Ketua Dewan Otonomi Daerah, ini disepakati tunggu nanti bagaimana tahun 2018. Karena problemnya target pemerintahan Pak Jokowi ini pembangunan infrastruktur dan sosial harus selesai di tahun 2018,” kata Tjahjo di kawasan Ancol, Jakarta, Selasa 20 Juni 2017.
Sejumlah daerah yang mengajukan permohonan pendirian daerah baru ke Kemendagri diantaranya adalah Luwu Tengah, Sumbawa, Buton, Tapanuli Selatan, Nias, Barito, Sintang, Cirebon, dan Papua.
Bekas Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan itu berkata, evaluasi pembentukan DOB sejak 1999 hingga 2017 terus mengalami peningkatan penilaian. Namun, DOB belum bisa dibentuk karena masih banyak daerah hasil pemekaran yang mengalami kesenjangan pembangunan.
Sementara, Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kemendagri Sumarsono mengatakan, saat ini pemerintah lebih baik fokus membuka akses pelayanan ke daerah pelosok ketimbang mencabut moratorium pembentukan DOB.
Ia melihat pemekaran daerah tidak selalu membawa pemerataan pembangunan di daerah-daerah. Pemerataan dapat terwujud jika pembangunan infrastuktur dan akses menuju tiap wilayah sudah terwujud.
“Pilihannya ke depannya ada dua, dimaksimalkan peranan kecamatan, namanya kecamatan sebagai pusat pengembangan. Bisa juga dimekarkan dengan cara dibangun jalan akses. Percuma dibikin kabupaten kalau aksesnya tidak ada,” kata Sumarsono.
Pada 2016 pemerintah memperpanjang moratorium pembentukan daerah baru. Wakil Presiden Jusuf Kalla ketika itu mengatakan ongkos pemekaran wilayah cukup besar.
Menurut Kalla, beban pemerintahan terlalu besar, terutama untuk daerah. Pada 2006, Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus, serta dana lain yang ditransfer ke daerah mencapai Rp 220 triliun. Pada 2016, transfer dana-dana mencapai Rp 770 triliun atau naik Rp 350 triliun. Namun, laju pertumbuhan ekonomi hanya sekitar lima persen. (Fajar/idr)