5 Isu RUU Penyelenggaraan Pemilu Belum Rampung

  • Bagikan
FAJAR.CO.ID, JAKARTA - Ketua Panitia Khusus Rancangan Undang-Undang (RUU) Penyelenggaraan Pemilu Lukman Edy tetap optimistis. Pasalnya, lima isu krusial dalam penyusunan RUU Pemilu dapat rampung di tingkat pansus yang rencananya akan kembali digelar Selasa (13/6) mendatang. Menurutnya, dari lima isu krusial yang belum disepakati, beberapa di antaranya tidak terlalu sengit diperdebatkan pada rapat pansus yang sebelumnya digelar Kamis (8/6) kemarin. Misalnya terkait ambang batas keterwakilan partai politik di parlemen (parliamentary threshold). “Kalau PT saya kira bisa musyawarah, bisa ketemu di angka 4 persen. Tapi sekali lagi, memang isu satu dengan isu lain ada kait mengaitnya,” ujar Lukman pada diskusi ‘Menakar Kualitas Pemilu Melalui RUU Penyelenggaraan Pemilu’ yang digelar Pokja Wartawan Kemendagri di Jakarta, Jumat (9/6) petang. Menurut Edy, dalam rapat terakhir kemarin PDI Perjuangan mengusulkan agar ke lima isu dimusyawarahkan dalam satu paket. Sementara selama ini, pembahasan tiap isu dilakukan secara parsial. “Hal ini tentu akan kami bicarakan dengan baik, walau saya pribadi bingung juga bagaimana caranya. Karena variasinya akan terlalu banyak. Ibaratnya mencari nomor kunci koper yang ada 5 digit, untuk bisa ketemu angka pas banyak sekali kuncinya. Secara matematika kemungkinan variasinya 25 opsi,” ucapnya. Sebagai pimpinan pansus, Edy akan berusaha semaksimal mungkin menyikapi setiap perbedaan. Cara yang dapat dilakukan dengan terlebih dahulu menyederhanakan permasalahan. Misalnya terkait parliamantary threshold tidak dikaitkan dengan isu lain. “Kemudian soal presidential threshold juga tidak disangkutpautkan dengan isu lain. Demikian juga terkat model pemilihan yang hanya terkait pilihan terbuka atau tertutup,” kata Edy. Menurut Politikus Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini kemungkinan nantinya hanya tinggal dua isu yang bisa dipaketkan untuk diambil pilihan secara musyawarah mufakat di tingkat pansus. Yaitu terkait sistem alokasi kursi per daerah pemilihan (district magnitude) dan metode konversi suara. “Kami sebagai pimpinan pansus berusaha untuk ini dilakukan jajak pendapat tingkat pansus sehingga kemudian di paripurna tinggal setuju atau tidak terhadap keseluruhan undang-undang. Tidak seperti lima tahun lalu ketika ketok UU Pemilu sampai pagi. Karena semua di voting di paripurna,” pungkas Edy. (Fajar/jpnn)
  • Bagikan

Exit mobile version