Mendeteksi Kanker Otak dan Pencegahannya

  • Bagikan

JAKARTA, RAKYATJATENG – Kanker otak glioblastoma ramai diperbincangkan sejak penyakit ini menyerang komedian dan penyanyi Agung Hercules.

Dokter Spesialis Bedah Saraf dan Ketua Departemen Bedah Saraf MRCCC Siloam Hospital Semanggi, Jakarta, Dr. dr. Made Agus M. Inggas, Sp.BS menjelaskan secara rinci tentang penyakit ini dan kiat-kiat mewaspadainya.

Menurut Made, kanker otak termasuk salah satu kanker paling ganas, yang penyebarannya sangat cepat. Secara umum, kanker otak terbagi menjadi dua, yakni primer dan sekunder.

“Kanker otak primer adalah kanker yang selnya berasal dari otak,” jelasnya dalam keterangan tertulis, Kamis (27/6).

Kanker otak primer bisa menyebar ke bagian otak lain, tapi hampir tidak pernah menyebar ke bagian tubuh lain. Adapun kanker otak sekunder, sel kankernya berasal dari luar otak (organ tubuh lain), yang menyebar ke otak.

Kanker otak primer dibagi menjadi empat grade. Grade 1 atau yang paling ringan yakni pilocytic astrocytoma; grade 2 disebut diffuse astrocytoma (astrocytoma derajat rendah); grade 3 yakni anaplastic astrocytoma; dan grade 4 adalah glioblastoma multiforme.

“Grade satu dan dua disebut tumor otak. Yang disebut kanker otak primer yakni grade tiga dan empat. Glioblastoma adalah yang paling ganas dan paling tinggi stadiumnya,” papar Made.

Pada orang usia 60 tahun ke atas, kanker otak umumnya langsung muncul pada grade 4. Ini bisa terjadi karena mutasi yang terjadi terlalu banyak dan berat. Sedangkan pada anak-anak atau dewasa muda biasanya kanker terjadi secara bertahap. Diawali dari grade 2, berkembang jadi grade 3, lalu menjadi grade 4. Secara teori, harapan hidup pasien glioblastoma dengan pengobatan lengkap adalah dua tahun.

“Tapi tidak bisa digeneralisir. Banyak juga yang bisa bertahan sampai lebih dari lima tahun,” ujarnya.

Gejala kanker otak sering kali sulit dikenali. Kadang bisa menyerupai gejala maag, flu, sakit kepala, mual dan muntah. Sakit kepalanya pun tidak khas dan sangat bervariasi. Ada yang seperti migrain, ada yang seperti vertigo, ada pula yang hanya muncul di pagi hari. Yang pasti, perlu waspada bila sakit kepala terus menerus, sulit disembuhkan, dan makin progresif.

“Misalnya sekarang sakit kepala, lalu minum obat. Besoknya sakit lagi, dan obat seperti kemarin tidak mempan lagi; itu berarti progresif. Tandanya ada sesuatu di otak,” ungkapnya.

Selain gejala umum yang tidak khas, ada pula gejala lain, sesuai dengan lokasi kankernya. Bila kanker tumbuh di pusat bicara maka gejalanya mungkin kesulitan/tidak bisa bicara. Bila yang terjangkit adalah bagian asosiasi, maka penderita tetap bisa bicara, tapi mungkin tidak nyambung.

Gangguan fungsi seperti contoh di atas muncul bila kanker tumbuh di bagian otak besar. Bila kanker ada di otak kecil, biasanya gejala berupa vertigo. Sedangkan bila tumor ada di batang otak, umumnya ada penurunan kesadaran.

“Batang otak hanya seukuran ibu jari orang dewasa. Bila ada kanker di sana, langsung muncul gangguan,” ujar Made.

 

Pemeriksaan dan Pengobatan

Untuk mendeteksi kanker otak dini, Made menyarankan agar pasien melakukan pemeriksaan MRI, bersamaan dengan medical check up rutin. Dengan demikian, angka keberhasilan pengobatan akan lebih tinggi.

Bila ditemukan ada massa di otak melalui pemeriksaan MRI, sebesar atau sekecil apapun ukurannya, tindakan harus segera diambil. Pengambilan tumor bisa dengan operasi terbuka (kraniotomi), atau biopsi; tergantung tampilan klinis dan letak tumor.

Menurut Made, angka harapan hidup pasien kanker otak kini semakin baik. Perkembangan teknologi kesehatan sudah makin maju, termasuk di Indonesia. “Angka survival kita sama dengan pusat-pusat kanker lain karena kita punya modalitas yang sama dengan yang ada di negara lain,” tuturnya.

Standar pengobatan kanker otak yakni dengan operasi, radiasi, dan kemoterapi. Setelah kanker diambil lalu diketahui jenisnya, selanjutnya dilakukan radioterapi untuk membersihkan sel kanker yang mungkin masih tertinggal. Setelah itu baru dilakukan kemoterapi. Kemoterapi untuk kanker otak sedikit berbeda dengan kanker lain. Obatnya berupa pil, bukan cairan yang diinfus.

“Sampai sekarang obatnya cuma satu, yakni temozolamide. Itu terapi standar untuk glioblastoma yang sudah diterima secara internasional,” jelas Made.

Temozolamide diberikan dalam enam seri. Dalam satu seri, obat diminum setiap hari selama lima hari. Setelah itu istirahat selama 23 hari. Lalu masuk ke seri dua, istirahat lagi 23 hari, dan begitu seterusnya hingga enam seri.

Efikasi temozolamide sama baiknya dalam bentuk pil maupun infus. Bentuk pil lebih menguntungkan karena efek sampingnya lebih seidkit ketimbang yang bentuk infus. Efek samping biasanya seputar mual dan muntah. Tidak ada keluhan rambut rontok, kulit menghitam, anemia, serta penurunan sel darah putih dan trombosit.

“Dalam bentuk pil tidak rusak di lambung, sehingga 100 persen diserap masuk ke darah. Lalu bisa tembus 100 persen ke sawar otak. Obat kemo yang lain tidak bisa menembus karena molekulnya besar,” papar Made.

 

Ditanggung BPSJ

Rangkaian pengobatan kanker otak mulai dari operasi, radioterapi, hingga kemoterapi, sudah ditanggung BPJS. Sayangnya, temozolamide khusus untuk kanker otak grade 4.

“Kabar baiknya, tahun depan untuk kanker grade 3 pun ditanggung BPJS,” ujarnya.

Seperti obat kemo lainnya, temozolamide ditujukan untuk membunuh sel-sel kanker yang masih tersisa. Namun perlu digarisbawahi, definisi sembuh dalam kanker otak bukan berarti kankernya hilang sama sekali.

“Secara medis, pasien disebut sembuh bila tidak lagi merasakan gejala, kankernya terkontrol dengan baik, dan kondisinya stabil. Itu sudah dianggap sembuh, meski kanker tidak sepenuhnya hilang,” papar  Made.

Setelah menjalani enam seri kemoterapi, dilakukan evaluasi dengan MRI kepala. Selanjutnya, monitoring MRI tiga bulan kemudian, dan diulang tiga bulan selanjutnya. Bila hasilnya baik, MRI dilakukan enam bulan kemudian, lalu diulang enam bulan selanjutnya. “Kalau hasilnya baik, MRI cukup setahun sekali, dan diulang tiap tahun,” tegasnya.

(jpg/JPC)

  • Bagikan