Efek Teror Pembakaran Kendaraan, Warga Makin Rajin Ronda Malam

  • Bagikan

SEMARANG, RAKYATJATENG – Teror pembakaran kendaraan meresahkan warga Kota Semarang selama tiga pekan terakhir. Namun, di sisi lain, hal itu juga memberikan efek positif.

Sistem keamanan lingkungan (siskamling) di setiap kampung pun kini meningkat. Bahkan, yang sempat mati suri kembali aktif.

Kampung di Jalan Puspogiwang I, misalnya. Pos kamling mereka sudah mangkrak lebih dari 10 tahun. Tidak ada aktivitas ronda malam. Pertemuan warga hanya berlangsung ketika arisan bulanan. ”Karena sibuk dengan pekerjaan masing-masing. Sore sampai malam tentu lebih memilih istirahat di rumah,” ucap Ketua RT 4 Puspogiwang Azhar Basir saat ditemui Jawa Pos (Grup Fajar).

Namun, sejak kabar teror pembakaran mobil merebak pada 4 Januari lalu, muncul keinginan warga untuk mengaktifkan kembali siskamling. Aktivitas antarwarga kampung makin guyub. Demi kenyamanan dan keamanan yang lebih terjamin.

Ronda malam mulai dilakukan pada 28 Januari lalu. Mereka yang bertugas dibagi dalam tiga sif. Setiap sif terdiri atas 3-5 pria. Namun, hampir setiap malam Basir ikut menemani meski sekadar mengobrol.

Meski begitu, Basir masih dihadapkan pada masalah minimnya pria dewasa di wilayahnya. RT 4 Puspogiwang memiliki 15 pria dewasa dari 25 kepala keluarga. ”Mayoritas janda,” ungkapnya. Sulit rasanya siskamling bertahan lama. Wacana membeli CCTV (closed circuit television) diusulkan. Namun, warga harus menyiapkan anggarannya.

Pria 46 tahun tersebut juga berkoordinasi dengan pihak kelurahan serta babinsa. ”Kami juga kirim foto-foto saat ronda ke Pak Lurah dan babinsa sebagai laporan bahwa lingkungan kondusif,” ucapnya.

Bunawi, warga Puspogiwang, mengakui, sebelum ada pembakaran, hubungan antarwarga cukup renggang. Satu tetangga kurang peduli dengan tetangga lain. ”Saya sama rumah megah 50 meter di depan itu nggak kenal kok,” ujar pria 35 tahun tersebut.

”Jarang keluar rumah juga mereka. Setahu saya, pekerjaannya komandan satpol PP. Pejabat sepertinya,” imbuhnya. Namun, lanjut Bunawi, sejak ada siskamling, mereka bisa ketemu dan ngobrol bareng.

Begitu pula di Menoreh Timur II, Gajahmungkur. Pengamanan semakin ketat. Di sana siskamling belum digalakkan. Sebab, terdapat beberapa rumah kos. ”Jadi, kadang tidak bisa membedakan antara orang kos dan orang asing yang baru masuk,” keluh Adiyantoro, warga Menoreh Timur II.

Karena itu, upaya meningkatkan keamanan dan kewaspadaan dikembalikan lagi ke warga di rumah masing-masing. ”Mungkin akan dibahas sama Pak RT saat rapat arisan,” kata Adi.

(JPC)

  • Bagikan