Yuk Kenali Dolalak, Tarian Asal Purworejo

  • Bagikan

PURWOREJO, RAKYATJATENG – Tari Dolalak yang berasal dari Purworejo, Jawa Tengah, jadi peninggalan zaman penjajahan Belanda. Ada cerita unik di balik tarian ini, seperti apa?

Nama Dolalak diambil dari tangga nada Do dan La karena awalnya tarian ini hanya diiringi dengan alat musik dua nada. Menurut sejarahnya, tarian tersebut terinspirasi dari perilaku serdadu Belanda ketika beristirahat di camp mereka saat masa penjajahan.

“Pada saat beristirahat itu para serdadu Belanda kemudian melakukan pesta dengan minum minuman keras dan berdansa. Aktivitas tersebut kemudian ditiru oleh orang pribumi dan terciptalah gerakan yang sederhana dan berulang-ulang yang kemudian dinamakan tarian Dolalak,” ungkap pengelola Grup Dolalak Arum Sari, Eny Nur Wahyuningsih (46) ketika ditemui di rumahnya, Selasa (3/4).

Hingga kini, tarian tersebut terus dilestarikan oleh masyarakat Purworejo. Hampir setiap desa di kabupaten ini memiliki grup Dolalak, termasuk grup Arum Sari yang berasal dari Desa Brenggong, Kecamatan Purworejo. Pada awalnya, tarian tersebut dimainkan oleh kaum laki-laki dengan pakaian unik menyerupai serdadu Belanda. Namun seiring berjalannya waktu Tari Dolalak kini dimainkan oleh gadis-gadis cantik sebagai daya tarik tersendiri.

Diiringi dengan musik tradisional berupa kendang, rebana, bedug atau jidur dan lain-lain, Grup Dolalak yang biasanya terdiri dari 10 penari berlenggak-lenggok di atas panggung. Sekali main dalam satu pentas, rata-rata penari memainkan hingga 25 jenis tarian dengan durasi sekitar 5 jam. Dalam perkembangannya, tarian unik itu sering dipentaskan dalam acara hajatan, pemerintahan maupun festival.

Hal yang paling menarik, Eny melanjutkan, adalah ketika para pemain mengalami trance atau kesurupan. Dengan gerakan yang rancak dan indah, penari yang kesurupan biasanya memakan sesaji yang diminta berupa kembang mawar merah, kemenyan, telur dan lain-lain hingga merokok. Sebelum merasuki tubuh pemain, sang arwah atau biasa disebut danyang dipanggil dengan lagu dan gerakan tarian khusus.

“Rata-rata yang kesurupan narinya sekitar satu jam. Setelah itu saya kasih doa khusus agar yang merasuki pemain kembali lagi ke tempat asalnya. Saat kerasukan, penonton biasanya tambah terhibur,” lanjutnya.

Sebelum tarian tradisional dan sakral itu digelar, Eny mengaku melakukan persiapan khusus dan berdoa agar sajian budaya tersebut berjalan dengan lancar. Grup Arum Sari sendiri sudah melanglang buana hingga keluar daerah Purworejo.

Diwawancara terpisah, salah seorang penari, Pawita Septiana (19) yang sudah sejak kecil menggemari tarian Dolalak mengaku bangga menjadi bagian dari warga yang bisa ikut menjaga dan melestarikan kebudayaan. Ia pun berharap agar kelak bisa menari di luar negeri dengan memamerkan tarian khas unik tersebut.

“Ya seneng, sekaligus nguri-uri kebudayaan. Anak muda zaman sekarang kan senangnya permainan yang modern seperti tarian hip-hop dan lainnya. Semoga nanti Tari Dolalak bisa go international dan saya bisa ikut di dalamnya” ujar mahasiswa semester dua itu. (dtc)

  • Bagikan