Faktor Beda Simbol, JJ Rizal Sebut Gus Dur Lebih Dominan Dijadikan Pahlawan Ketimbang Soeharto

  • Bagikan

FAJAR.CO.ID, JAKARTA – Presiden Joko Widodo telah menganugerahkan gelar pahlawan kepada empat tokoh bangsa di masa kepemimpinannya, yakni Malaha Yati (Aceh), Lafran Pane (Pendiri HMI) TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Majid (NTB), dan Sultan Mahmud Riyayat (Riau).

Penganugerahan gelar pahlawan itu mendapat sambutan baik dari masyarakat Indonesia. Namun, tak sedikit pihak pertanyakan pemerintah soal pengajuan mantan Presiden RI ke-2 almarhum Soeharto sebagai pahlawan nesional.

Tak hanya Soeharto, mantan Presiden RI ke-4 Abdurrahman Wahid alias Gus Dur juga diusulkan sebagai pahlawan nasional. Menanggapi hal itu, sejarawan Indonesia JJ Rizal mengatakan, dari dua tokoh bangsa ini, Gus Dur lebih dominan diberikan gelar pahlawan nasional.

“Ya, menurut saya dia (Gus Dur) jauh lebih dominan, karena dia simbol dari keterbukaan, sementara satunya (Soeharto) simbol ketertutupan,” kata Rizal kepada wartawan usai diskusi di Ruang Pressrum, Senin (13/11).

Sejarawan muda ini juga membedakan dua tokoh ini dengan istilah kemanusiaan yang merujuk pada Gus Dur, dan kejahatan HAM merujuk pada Soeharto.

“Dua tokoh ini menjadi simbol keterbukaan dan ketertutupan, serta simbol kemanusian dan simbol kejahatan HAM. Negara harus berani memutuskan itu, terlepas dari pergolakan di tingkat bawah,” ujarnya.

Rizal juga menambahkan, negara tidak begitu sulit mengangkat Soeharto sebagai pahlawan dengan pertimbangan kekuatan politiknya.

“Kita juga akan rumit kalau misalnya negara tidak mengangkat Pak Harto sebagai pahlawan karena pertimbangan-pertimbangan kekuatan politiknya,” ucapnya.

JJ Rizal juga menyarankan agar pemerintah di bawah kepemimpinan Joko Widodo menggunakan Nawacita sebagai landasan berfikir. “Presiden harus buktikan itu,” jelasnya. (Aiy/Fajar)

 

  • Bagikan